Rabu, 21 Oktober 2015

Contoh Cerita Bergambar (CerGam) oleh Maftoqah



Separuh Semangatku Hilang
Sinar matahari pagi masuk dari sela-sela jendela kamarku. Tidur yang baru ku mulai, harus segera ku akhiri. Tugas menyiapkan sarapan untuk ketiga kakakku tak dapat di tunda. Mereka yang sedari tadi sudah sibuk membereskan rumah membuatku tak tega menunda.
Hari ini pukul 09:00 WIB, aku dan dua kakak laki-lakiku akan pergi ke Rumah sakit untuk menemani bapak yang sedang dirawat. Bapak memutuskan untuk menuruti bujukan keluarga untuk bersedia dirawat. Bapak mengidap penyakit gagal ginjal dan jantung. Ini adalah kali kedua bapak masuk Rumah sakit dalam delapan bulan. Sakit bapak mengakibatkan tubuh bapak menjadi besar seperti berisi air. Ya, air yang ditampung dalam tangan, kaki, dan perut.
Setiba di Rumah sakit, aku ingin memeluk dan mencium bapak. Padahal aku paling takut dengan beliau. Berbincang pun jarang. Aku dapat merasakan betapa sakitnya raga beliau.
Minta ini dan itu seperti memberi tanda pada kami. Salah satu kakakku diminta bapak untuk membersihkan telinganya karena gatal. Aku dimintanya untuk menggarukkan punggung dan kakakku yang satu diminta untuk membelikan roti. Dalam hati aku menjerit, oh bapak... kau seperti akan pergi jauh meninggalkan kami semua.
Banyak yang menjenguk bapak, mulai dari keluarga dari ibu dan teman-teman dari anak-anaknya. Sesekali bapak mengeluh pada ibu “mengapa teman dan adik-adikku tidak datang menjenguk?” keluh bapak. Ibu hanya bisa menenangkan bapak dan menahan air matanya yang ingin jatuh.
Jam jenguk telah usai. Kami menunggui bapak di ruang tunggu. Bapak dibiarkan untuk istirahat. Entah apa yang dilakukan bapak di dalam, yang pasti suster selalu mengatakan bahwa bapak meminta ditemani ibu.
Pukul 15.00 WIB. Suster memanggil ibu dan meminta agar segera masuk dalam ruangan.
Suster : “Ibu, bapak perlu tambahan darah dan stok darah yang sama seperti golongan darah bapak sudah habis. Ibu harus segera menghubungi keluarga barangkali dapat mendonorkan darahnya untuk bapak.”
Ibu : “Baik, sus. Saya akan segera menghubungi keluarga.”
Keluarga dikumpulkan dan banyak yang bersedia mendonorkan darah untuk bapak.
Esok hari. Jadwal bapak cuci darah untuk pertama kali. Kondisi bapak semakin melemah. Dokter tidak melakukan cuci darah jika kondisi bapak terus menurun. “Kondisi bapak harus dipulihkan terlebih dahulu” ujar dokter. Saat itu bapak tak sabar untuk segera cuci darah. Beliau ingin lekas sembuh. Namun, kami mencoba menenangkan beliau.
Hari berikutnya bapak siap untuk dicuci darah. Akan tetapi, jarum yang digunakan untuk cuci darah kurang panjang untuk menyuntik tubuh bapak yang sudah terlanjur besar. Dokter menganjurkan untuk beralih ke Rumah sakit lain yang memiliki peralatan yang lebih lengkap. Mendengar pernyataan itu, kondisi bapak kembali melemah. Bapak sempat tidak bernapas. Kami panik. Dokter berusaha semaksimal mungkin dan kami hanya bisa berdoa. Alhamdulillah... Allah mengabulkan doa kami.
Pukul 03:00 WIB bapak dipindahkan ke Rumah sakit lain yang lebih lengkap peralatannya. Sepanjang perjalanan bapak merintih kesakitan.
Sampai di Rumah sakit, bapak menolak untuk memakai alat bantu pernapasan.
Bapak : “Saya tidak mau memakai itu, sus. Dada saya sesak.”
Suster : (membujuk)
Ibu : “Dipakai, pak. Supaya cepat sembuh.”
Bapak : “ Ya Allah... kenapa mencari sehat sulit sekali.”
Bapak istirahat. Kami menunggu dalam ruang tunggu. Tiba-tiba dokter memanggil suster agar segera menuju ruang ICU. Bapak kembali tidak bernapas. Aku memperhatikan dokter dan suster sangat bekerja keras. Dokter memanggil ibu ke dalam ruangan.
Dokter : “Ibu, ini kondisi bapak sangat lemah. Saya memberi obat dalam tubuhnya agar dapat mendorong kerja jantungnya.”
Ibu memperhatikan ujaran dokter. Dari situ bapak mulai koma.
Aku genggam tangan bapak. Beliau membalas genggamanku. Saat aku ingin melepas, beliau mengeratkan tangannya dengan tanganku. Dalam hati aku berkata bahwa aku sayang bapak. Bapak adalah separuh semangatku. Doa, doa, dan doa yang dapat aku lakukan.
Bapak mulai sulit untuk bernapas. Tubuh bapak dipenuhi alat bantu. Mulut beliau pun tak terlepas dari alat bantu. Saat aku mengusap-usap tangan bapak, aku melihat bapak sulit untuk mengambil napas. Aku perhatikan benar-benar. aku panggil dokter. Dokter dan suster segera melakukan tindakan. Nihil. Dokter mengatakan bapak sudah tiada. Aku tak percaya. Aku bertanya pada ibu dan kakak-kakakku. Benar ternyata. Innaalillaahi wa innaailaihi raaji’uun. Semoga bapak diterima disisi Allah. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar