Rabu, 04 Juni 2014

It's Me....


1 komentar:

  1. Ulasan Teater “Mengancam Kenangan”
    “Mengancam Kenangan” oleh teater tikar pentas pada 8 oktober 205 di Universitas PGRI Semarang. Mengancam kenangan merupakan karangan dari Iruka Danishwara. Iruka mengangkat tema kenangan yang menjadi hambatan.
    Sutradara teater tikar juga menceritakan bagaimana awal pemberian judul “Mengancam Kenangan”, yaitu berawal dari kegagalan yang terjadi sebanyak tiga kali. Kegagalan itu mengharuskan sutradara untuk mengintropeksi diri, sebenarnya apa yang menjadi hambatan. Akhirnya sutradara mengetahui jawabannya. Hambatan itu adalah kenangan. Maka sebisa mungkin sutradara melawan kenangan yang menjadi hambatan dengan cara mengancam kenangan itu. Mungkin kenangan adalah hal yang sulit untuk dihilangkan. Namun sutradara tidak menjadikan kenangan sebagai hambatan, melainkan motivasi untuk ke depannya.
    Dari pementasan, ada beberapa hal yang dapat saya tangkap. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:
    Penyetingan yang unik.
    Awal pertunjukan yang sunyi karena pandangan penonton yang penasaran untuk mencari tahu konsep penyetingan seperti apa yang ingin disampaikan sutradara. Penyetingan tempat yang tidak biasa mengajak penonton menerka-nerka sendiri. Lima pemain yang terdiri atas dua laki-laki dan tiga perempuan yang mondar-mandir berusaha untuk menarik perhatian penonton.
    Plastik-plastik yang ada dipanggung diibaratkan seperti tembok dengan debu-debu yang menempel. Entah itu benar atau tidak, karena ada bagian cerita dimana salah satu pemain menyobek plastik yang diibaratkan seperti tembok tadi.
    Alur cerita yang rumit.
    Penonton tidak dibuat penasaran sampai disitu saja. Kepenasaran penonton berlanjut pada alur cerita yang rumit. Pada pertunjukan, sutradara menyuguhkan alur pada saat itu dan masa lalu. Beberapa kali lighting mematikan lampu untuk mengubah posisi pada pemain. Ketika lampu dinyalakan kembali, kelanjutan cerita dibawakan dengan waktu yang berbeda.
    Banyak menggunakan analogi.
    Pementasan “Mengancam Kenangan” yang dibawakan oleh teater tikar sangat tidak biasa. Berbeda dengan pementasan teater yang lain, teater tikar menggunakan banyak analogi yang menyulitkan penonton untuk mengikuti jalan ceritanya. Tampak wajah-wajah serius dari penonton. Tak sedikit pula yang mengerutkan dahi karena memikirkan ceritanya. Salah satu analogi yang digunakan pemain adalah “Air dalam bak mandi terus meluber hingga sampai ke kaki”.
    Cara penyampaian dialog oleh para pemain juga tak biasa. Di situ pemain berdialog seperti nada orang yang sedang membaca puisi.
    Kesemena-menaan laki-laki dan perempuan di situ sangat terlihat. Laki-laki yang pergi meninggalkan istri dan anak laki-lakinya untuk memilih bahagia dengan perempuan lain. Sedangkan ketika sang anak sudah dewasa, ia diperlakukan semena-mena oleh seorang perempuan (kekasihnya). Dalam realitanya, tidak sedikit hal tersebut terjadi. Banyak laki-laki yang semana-mena dengan perempuan dan tidak sedikit pula perempuan yang bertindak semena-mena terhadap laki-laki.

    BalasHapus